
Penulis adalah seorang mahasiswa semester awal di sebuah perguruan tinggi negeri di bagian timur Bandung Raya, sebutlah Jatinangor kecamatan yang dihuni kampus-kampus besar seperti ITB, UNPAD, IPDN, IKOPIN dan kampus lainnya. Sebagai seorang mahasiswa yang berdomisili di kota Bandung dan juga seorang mahasiswa PP (pulang pergi) istilah bagi mahasiswa non-kost yang pergi dari rumah dan pulang ke rumah, jarak antara kota Bandung dan kecamatan eksotis ini kurang lebih sekitar 20 KM, jarak yang tidak bisa dikatakan dekat apalagi melalui jalur darat (karena memang tidak ada jalur lain yang bisa ditempuh 🙂 ) merupakan hal yang lumayan melelahkan, namun jelas pilihan terbaik bagi sebagian mahasiswa domisili kota Bandung yang mengutamakan penghematan biaya.
Setidaknya ada 2 jalur utama yang bisa ditempuh penulis setiap harinya pertama Jalur Tol Padaleunyi (Padalarang–Cileunyi) atau kedua melalui jalan nasional Soekarno Hatta-Cibiru–Cileunyi, pilihan penulis jatuh pada opsi pertama dikarenakan hanya memerlukan waktu selambatnya 60 menit menggunakan transportasi umum bus kota dengan nilai plus bisa istirahat selama perjalanan dan tentu lebih efisien waktu dan biaya, mengenyampingkan opsi kedua yang perlu menggunakan kendaraan pribadi melalui ruas jalan yang selalu macet Cibiru-Cinunuk melewati perempatan lampu merah “Samsat Soekarno–Hatta” yang konon bisa ninyuh kopi heula karena saking lamanya dengan waktu 50 menit paling cepat tergantung jam kerja/tidak dan perlu melewati rintangan yang disebutkan di atas.
Meromantisasi kota Bandung akan hanya terasa di film Dilan, realitanya problematika transportasi mendramatisir keromantisan kota Bandung, permasalahan mencakup kebijakan, moda dan tata kelola ruas jalan menjadi hal utama yang akan penulis soroti, di awal terasa manis rasanya kota Bandung memiliki bus kota jarak jauh yang terjangkau dan dapat diakses masyarakat luas, nyatanya akan selalu ada sisi lain dari sebuah hal, penulis bisa dibilang beruntung berdomisili di jalur yang dilewati bus, karna nyatanya moda transportasi di kota kembang masih terbatas dalam artian tidak merata secara jumlah dan daerah jangkauan armada. Armada yang terbatas membuat penumpukan penumpang terkadang satu bis akan terasa penuh sesak pada jam-jam sibuk, pagi dan sore.
Ruas jalan yang tidak tertata dengan baik seperti di ruas jalan Cibiru-Cinunuk-Cileunyi memebuat ke-chaosan jalan pada jam sibuk, pak ogah, angkutan kota yang tdak tertib melipatgandakan keruwetan dan tidak lupa kesadaran pengguna jalan yang minim akan keteraturan dan ketertiban, menjadikan beberapa jalan jadi member tetap kemacetan di kota Bandung, saat musim penghujan tiba sistem irigasi dan resistensi air yang buruk menambah problematika tansportasi kota Bandung, maka adalah wajar Kota rumah bagi 2,5 juta jiwa ini dinobatkan sebagai kota termacet di Indonesia menggeser Jakarta mengacu pada Tom Tom Traffic, sungguh sebuah prestasi.
Kritik yang baik akan dibersamai dengan solusi dan saran, maka setidaknya ada 3 saran yang penulis garis bawahi, dengan kondisi kota bandung yang baru mendapatkan pemimpin baru setelah sebelumnya krisis kepemimpinan melanda, dengan harapan walikota terpilih bisa memberikan perhatian lebih atas permasalah transportasi ini, yang merupakan demi kebermanfaatn masyarakat kota bandung.
Pertama kebijakan yang konkret atas kepemilikan transportasi pribadi, selama ini belum ada kebijakan yang konkret yang mengatur kepemilikan kendaraan pribadi mengakibatkan jumlah kendaraan yang menumpuk ditambah dengan realitas bahwa kualitas buruk transportasi umum sebagai alternatif kendaraaan pribadi, memperkuat pilihan masyarakat untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi, negara singapura bisa menjadi contoh paling dekat dimana mengatur kuota kendaraan secara jelas untuk mengendalikan tata kota dan polusi dengan kebijakan ketat yang mengatur kepemilikan kendarann pribadi namun tetap dibersama dengan moda transportasi umum yang memadai.
Kedua penertiban ruas jalan, mencakup ruang resapan air dan irigasi, hal yang sedikit sulit karna ketidakaturan ini telah terbangung selama bertahun tahun menjadikan tantangan tersendiri ntuk mengubah hal ini, Kopenhagen adalah kota yang sudah menerapkan tata kota yang baik dimana tersedia fasilitas bagi kendaraan bermotor dan pejalan kaki yang sama bagusnya.
Ketiga adalah kesadaran bersama sekaligus kesimpulan dari opini penulis bahwa bagaimanapun semua aspek baik pemerintah dan masyrakat sama sama memiliki tanggungjawab untuk menjaga kota tempat tinggalnya dengan menjaga keteraturan dan ketertiban, demi kenyamanan bersama karna penulis percaya bahwa komunitas yang baik tercipta dari individu yang baik.
Ditulis oleh: Fakhri Abdillah Al-mufid – Kader PC IPM Lengkong
transportasi sangat penting untuk menunjang aktivitas sosial masyarakat sehari hari, sangat disayangkan political will belum mengutamakan penyediaan transportasi publik di kota bandung, hal ini dilihat bahwa baru 30% jalan-jalan di kota bandung yang terfasilitasi transportasi publik. padahal pengguna transportasi publik kebanyakan adalah pelajar yang belum memiliki legalitas menggunakan kendaraan pribadi, dan salah satu kalangan lainnya adalah mahasiswa seperti penulis. bayangkan 20km jauhnya perjalanan yg penulis harus tempuh untuk kuliah, dan 1-2 jam lamanya bukan main sebuah penghabisan produktivitas khususnya bagi kalangan muda yang lagi aktif aktifnya.
menurut saya untuk menunjang transportasi bagi semua kalangan masyarakat di kota bandung perlu dimulai dari peningkatan infrastruktur transportasi publik yang terintegrasi, rute yang saling mendukung, aman, nyaman, dan sangat penting untuk mempertimbangkan kemudahan mobilitas warga.
terima kasih sudah membuka diskusi terkait transportasi!